Ya, beberapa minggu ini saya ‘libur’ menulis karena sedang menghabiskan waktu bersama keluarga untuk berlibur. Jalan-jalan. Agak unik juga liburan kali ini karena biasanya saya hanya off 1 minggu. Sekarang, sudah hampir 3 minggu saya banyak kesana kemari, mulai dari pergi berwisata dengan suami hingga menemani orang tua menjelajah kota-kota di UK. Tulisan ini adalah refleksi saya selama berjalan-jalan. Bukan review jalan-jalan yaaa.. Silahkan cek edisi AdventureNotes berikutnya untuk tahu cerita jalan-jalan saya.
Ini cerita tentang mata. Mata yang membantu saya melihat segala sesuatu. Yang saat saya jalan-jalan kemarin telah dimanjakan. Liburan kali ini saya gunakan untuk pergi ke Spanyol. Negara di Eropa Barat yang juga terkenal karena ada sekelumit sejarah Islam-nya. Dulu, bahkan sebelum menikah, saya dan suami sama-sama punya mimpi ingin mengunjungi tiga kota dengan sejarah dan peninggalan Islam di Spanyol, yaitu Cordoba, Granada, dan Sevilla. Alhamdulillah kami diberikan kesempatan untuk mewujudkan mimpi kami. Selama 10 hari kami berkeliling kota-kota tersebut (ditambah Barcelona dan Malaga). Setelah itu, orang tua saya datang mengunjungi, membuat saya (dan kadang-kadang suami) harus mengantar mereka berkeliling. Kami mengunjungi beberapa kota di sekitar Birmingham, Bath, daerah Costwold, dan Liverpool. Setiap kota memiliki cerita sendiri. Setiap kota pun memiliki keunikan. Namun, ada satu kata yang bisa menggambarkan semua: INDAH.
Karena saya dan suami memang suka fotografi, setiap pengalaman perjalanan kami pun berusaha kami abadikan melalui foto, dan kadang-kadang video. Kami berusaha untuk ‘membawa’ sesuatu dari tempat yang pernah kami kunjungi, sesuatu yang tidak perlu bayar mahal untuk membawanya. Seperti slogan yang dulu sering saya dengar, “kill nothing but time, leave nothing but footprint, and take nothing but picture”. Jadi, satu-satunya yang harus saya dan suami bela-belain untuk lakukan adalah foto-foto sampai lelah dan ngantuk-ngantuk. Kami berusaha untuk merekam semua hal yang indah-indah tadi.
TAPI, what is captured by the eyes can’t be captured by camera. Rasanya meskipun beratus-ratus kali foto, masih tidak bisa merepresentasikan apa yang dilihat mata. Jadi mengingat-ingat lagi, dan juga membayangkan apa yang dulu saya pelajari di kuliah Psikologi Kognitif dan Psikologi Faal. How complicated it is for our eyes and our brain to process those light signals to produce images and to make us understand what we see. Amazing. Segitu canggihnya organ-organ tubuh kita bekerja sampai bisa menikmati keindahan yang amat sangat. Dan semua itu, yang ingin saya ingat-ingat itu, tidak bisa tertangkap oleh mesin buatan manusia yang katanya merupakan alat yang punya kemampuan seperti mata kita. Nyatanya, kamera memang bisa menangkap, tetapi tidak bisa mem-preserve keindahan seperti aslinya. Yak, meskipun katanya kamera itu bagus banget, meskipun harganya mahal banget, atau meskipun fotonya sudah diedit segitunya.
Dan kemudian, diingatkan lagi untuk bersyukur. Satu hal kecil, kemampuan melihat, tapi tidak bisa tergantikan oleh apa pun. Saya merasa seringkali menyepelekan apa-apa yang biasa. Bisa melihat? Ya biasa. Wong dari lahir saya Alhamdulillah dikaruniai kemampuan melihat. Tapi, seringkali saya lupa bahwa apa yang saya bisa harus disyukuri. Ya toh, nggak perlu belajar untuk bisa melihat yang indah-indah. Allah langsung berikan tanpa saya harus minta-minta. Nikmat melihat baru satu. Masih sungguh banyak lagi nikmat-nikmat yang Allah berikan bagi saya, bagi kita sebagai manusia, yang sering sekali lupa saya syukuri.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Jalan-jalan setitik ini mengingatkan bahwa banyak tempat indah di dunia. Namun, yang lebih penting, juga mengingatkan saya bahwa saya perlu lebih-lebih banyak bersyukur lagi.
Photo Source:
http://i0.wp.com/santri.net/wp-content/uploads/2016/01/ar-rahman.jpg?resize=500%2C200
http://www.sciencephoto.com/image/308503/530wm/P4200486-Human_vision-SPL.jpg