Artikel ini adalah urutan ketiga dari rangkaian seri University 101. Setelah sebelumnya membahas mengenai the art of asking question dan independent learning, kali ini saya akan membahas mengenai plagiarism. Familier dengan istilah ini?
Menurut Merriam-Webster Dictionary, plagiarism adalah “the act of using another person’s words or ideas without giving credit to that person : the act of plagiarizing something” (http://www.merriam-webster.com/dictionary/plagiarism). Oxford Dictionary kemudian menambahkan keterangan bahwa kata ini berasal dari kata Latin, plagiarius, yang berarti penculik. Yah, intinya adalah mengambil sesuatu yang bukan miliknya, lalu mengaku bahwa hal tersebut adalah miliknya. Gampangnya, copy-paste.
Di dalam online course yang saya ikuti, ada sebuah contoh yang menurut saya ‘ngena’ sekali dalam menggambarkan plagiarism. Bayangkan apabila suatu hari kita mengenakan baju dengan gaya tertentu, lalu besok-besoknya banyak orang yang meniru kita dan mengenakan baju yang sama dengan model yang sama. Ya, semacam trend anak muda, lah… How would you feel? Senang, bangga karena bisa jadi trendsetter? Mungkin lebih positif lah ya. Atau bisa juga kesal karena ditiru? Ih, nggak punya kepribadian amat sih ini orang-orang kok niru gue? Ini contohnya baju, sesuatu yang kita beli di toko. Yes we own it, but we don’t own the design for that clothes – kecuali kalau bajunya purely design dan bikin sendiri yaa..
Gimana kalau kasusnya contek mencontek? Pernah dong yaa (eh apa saya doang nih) yang se-enggak-nya nyalin PR teman. Atau mungkin mencontek pada saat ujian? Kalau jadi orang yang dicontek, apa rasanya? Ah, cuma jawab pertanyaan doang, nggak pake mikir gue.. (iye, pinter amat emang ini contohnya, PR ga pake mikir). Atau mungkin lebih ke arah solidaritas? Kasian lah, masa dia nggak lulus ujian nanti kalau nggak dibantuin? Hmmm… tapi kalau si PR dan ujian ini kamu persiapkan dengan berdarah-darah dan penuh cucuran air mata, gimana? Rela hasil kerjamu ini disalin oleh orang lain?
Saya sih… nggak. Enak aja… istilahnya, you take credit of what is not yours, but mine. I need the credit. At least if you want to use it, give me the credit. Iya lah. Itu kan kita yang bikin, kenapa harus dia yang dapat pujian atau pengakuan? Inilah alasan mengapa ada aturan yang sangat, sangat ketat mengenai plagiarism di jenjang universitas, atau lebih luasnya, di kalangan akademisi. Mengapa? Untuk menghargai jerih payah orang yang mengungkapkan ide, konsep, dan teori tersebut. Jadi, walaupun kita menggunakan ide-ide milik orang lain, kita mengakui bahwa itu bukan ide kita sendiri.
Plagiarism nggak boleh, lalu bagaimana cara kita menghindarinya? Seperti yang telah saya jelaskan, menggunakan ide orang lain dalam karya tulis kita boleh kok, asalkan kita memberikan credit terhadap orang tersebut. Caranya? Referencing. Kita memasukkan nama si orang tersebut setelah ide orang tersebut dicantumkan. Metode untuk mencantumkan ide pun ada beberapa macam. Jadi, bisa saja kita tidak hanya menyalin plek-plek apa yang orang tersebut katakan, atau yang biasa disebut sebagai quoting, tetapi juga mengambil intisari ide dan menuliskannya dengan bahasa kita sendiri, atau yang biasa disebut sebagai paraphrasing. Keduanya, tentunya, diakhiri dengan mencantumkan sumber yang kita rujuk. Kemudian, pada akhir tulisan, kita membuat daftar pustaka yang berisi daftar sumber yang kita jadikan rujukan.
Penulisan daftar pustaka sendiri pun ada banyak cara. Style penulisan daftar pustaka biasanya akan bergantung pada cabang ilmu kita. Misalnya, jurusan-jurusan social science menggunakan style Harvard, jurusan science dan psikologi menggunakan APA, dan jurusan literatur menggunakan MLE. Namun, ini bukan patokan pasti. Kita harus mengecek apakah di jurusan kita ada standar tertentu untuk penulisan reference.
Isu plagiarism ini bukan hal yang main-main loh di tingkat universitas. Pelanggaran terhadap hal ini (atau apabila kita terbukti plagiat) adalah pemutusan hak belajar, alias DO, apabila terbukti bahwa plagiarism dilakukan 100%. Intinya, 100% mencontek karya orang lain means you are out of the university. Bagaimana kalau tidak 100%? Adanya kecanggihan teknologi membuat banyak software yang bisa digunakan untuk mengecek plagiarism dan hasilnya pun biasanya cukup akurat, menunjukkan persentase bagian yang merupakan plagiarism. Nah, memang tidak mungkin juga ada hasil karya yang 100% asli. Oleh karena itu, batas yang diberikan oleh universitas berkisar antara 15-20%. Di atas itu? Biasanya, kita akan dipanggil dan semacam ‘disidang’ oleh komite kampus yang mengurusi bagian ini. Setelah itu, tugas tersebut akan di-nullify, yang berarti bahwa kita tidak lulus mata kuliah tersebut atau harus mengulang tugas tersebut. Intinya, semua tergantung keputusan si komite kampus ini.
Mengingat pentingnya masalah plagiarism ini, kita harus berhati-hati. Sebagai bagian dari komunitas akademisi, kita bisa mulai membiasakan diri dengan tidak mencontek, menghargai hasil karya orang lain, dan memberikan credit kepada orang yang hasil karyanya kita ambil. Baiklaah… Masih ada tiga artikel lagi untuk seri ini, tunggu lanjutannya yaa..
Photo source: http://www.plagiarismchecker.net/img/plagiarism-stolen-ideas.jpg