Beberapa minggu kembali tinggal di Jakarta (baca: Bekasi), salah satu hal yang sangat saya rindukan dari Birmingham adalah langit biru.
Kata orang, warna biru langit di setiap daerah itu berbeda. Well, mungkin. Saya adalah salah satu penggemar kegiatan mengamati langit. Kalau berdasarkan pengamatan saya, memang sih, warna langit setiap tempat memiliki “pesona”nya sendiri. Favorit saya? Birunya langit Liverpool di musim panas, birunya langit York saat musim semi, semburat jingga saat matahari terbit di Borobudur, dan… yang paling dahsyat menurut saya adalah warna warni langit saat matahari tenggelam di Sumbawa Barat. Magical!
Nah tapi, setelah beberapa minggu di Jakarta-Bekasi, ternyata kok langitnya abu-abu? Yhaa… disamping akhir-akhir ini sering mendung, sepertinya, berdasarkan pengamatan subjektif saya, polusi di ibu kota tampaknya semakin parah, ya? I don’t mind with non-blue sky. Saya suka hawa-hawa mendung gloomy yang kalau di UK sana sedang sangat dominan karena sudah autumn saat ini. Di Jakarta pun, hawa mendung bagi saya membawa perasaan menenangkan.
Masalahnya, meskipun sama-sama abu-abu, langit tertutup polusi tuh nggak ada indah-indahnya. Malah sumpek dan bikin pengen kabur ke UK lagi #eh. Bahkan saking tebalnya, asap polusi sampai terlihat seperti kabut. Sedih!
Biangnya ya apalagi selain asap kendaraan bermotor? Saya salah satunya. Iya, saya mengaku bersalah jadi salah satu kontributor polusi di Jakarta. Cuy, moda transportasi itu kebutuhan primer warga dunia – terlebih bagi masyarakat penglaju seperti saya yang jarak tempuh setiap hari bisa lebih dari 20 km. Jarak tersebut tentu tidak bisa (tidak efektif) bila dipaksa ditempuh dengan cara berjalan kaki. So, what should I do?
Setidaknya, saya berusaha (superduper sekuat tenaga karena terbiasa dimanja dengan kendaraan pribadi) untuk meminimalisir penggunaan mobil pribadi sendiri. Kalau bisa, carpool (lebih populer dikenal dengan tebeng menebeng) lebih baik. Disamping kondisi lalu lintas Jakarta yang makin lama makin parah dan membuat malas menyetir sendiri, naik kendaraan umum atau ber-carpool bisa jadi alternatif yang lebih hemat.
Well, semoga saya bisa dengan istiqomah menjalankan sharing kendaraan ini, setidaknya dengan suami dan orang-orang terdekat) dan semakin banyak juga orang-orang yang berusaha dan punya solusi untuk mengurangi polusi Jakarta sehingga langit biru pun tampak kembali di kota tercinta ini. Ya, supaya there’s no more no blue sky for you no more.